“Mempertimbangkan kemampuan saat ini, Indonesia dapat berkontribusi lebih bagi ketersediaan SAF yang akan sangat membantu upaya dekarbonisasi aviasi internasional,” kata Salazar.
Sekjen ICAO juga memandang Indonesia sebagai negara mitra strategis untuk penguatan kerja sama demi tujuan tersebut.
Selain isu lingkungan, Dubes Muhsin bersama Sekjen ICAO turut membahas perkembangan teknologi penerbangan terbaru beserta tantangan dan peluangnya, peningkatan kapasitas SDM industri penerbangan, serta persiapan Sidang Majelis ke-42 ICAO di penghujung bulan ini.
Senada dengan Salazar, Presiden Dewan ICAO Salvatore Schiacchtano dalam pertemuan terpisah mengapresiasi RI dalam pengembangan SAF secara mandiri sebagai kontribusi dalam pelindungan lingkungan dalam kerangka industri aviasi global.
ICAO adalah organisasi khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dibentuk melalui Konvensi Chicago tahun 1944 dan mempunyai mandat untuk merumuskan standar dan rekomendasi di bidang penerbangan sipil.